Opini oleh Syamsul Ma'arif
Di Indonesia, peraturan tentang minuman keras belum mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, walaupun dampak minuman keras sangat serius di kalangan remaja. Dampak yang ditimbulkan akibat peredaran bebas dari minuman keras tersebut, misalnya rusaknya tatanan sosial bangsa Indonesia, bahkan tidak sedikit kasus kriminal hingga menelan korban jiwa akibat minuman keras di Indonesia. Data BPS tahun 2012 menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, yaitu 83,1% remaja Indonesia pernah minum minuman beralkohol.
Namun baru-baru ini Presiden Jokowi telah menetapkan industri minuman keras masuk dalam Daftar Positif Investasi (DPI) mulai 2 Februari 2021. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, yakni Provinsi Bali, Provinsi Nusa Ternggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal. Nantinya, penanaman modal tersebut juga akan ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur. Dengan dicabutnya dari daftar negatif, maka investor akan berlomba-lomba membangun pabrik minuman keras, bahkan memproduksi serta mengedarkan (red : menjual).